3# Jamu Sambiloto
Seperti namanya, jamu sambiloto terbuat dari daun sambiloto. Jamu dengan warna hijau pekat ini mempunyai rasa pahit yang khas. Manfaat utama jamu sambiloto adalah menurunkan tekanan darah.
Duk duk duk duk duk
Table of Contents
ToggleSayup-sayup terdengar suara tumbukan lumpang dan alu dari luar pawon (dapur). Rupanya kakekku sedang beraksi, menumbuk empon-empon dengan alu setinggi lebih dari 2 meter pada lumpang batu besar. Dua alat “canggih” di rumahku yang fungsinya seperti blender pada masa sekarang.
Tak berselang lama, nenek memanggilku. Aku pun menyeret tubuhku yang sedang demam dan diare ke dapur. Duduk pasrah di amben, kursi panjang dari bambu, sambil menunggu nenek menyodorkan ramuan yang aroma familiar ke mulutku. Yap! Jamu tradisional racikan nenek untuk ‘mengusir’ demam dan diare. Terbuat dari campuran kunyit, daun jambu muda, dan kulit sawo. Bagaimana rasanya? Tentu saja pahit, sekalipun sudah ditambah gula.
Pada waktu itu, sekitar akhir tahun 90-an hingga awal tahun 2000, apotek memang masih jarang dijumpai di desaku. Jadi, ketika anak demam solusinya adalah jamu. Untung saja bahan-bahan untuk membuat jamu mudah ditemui berkat adanya Tanaman Obat Keluarga atau TOGA. Hampir setiap rumah di desaku punya TOGA.
Selain minum jamu, biasanya saat aku demam nenek juga menempelkan daun jarak yang sudah dilumuri minyak kayu putih ke perut dan dadaku. Jujur saja, dibandingkan minum jamu, aku lebih tidak suka aroma daun jarak. Aromanya khas dan sedikit menyengat. Menariknya, daun jarak yang ditempel pada malam hari dalam kondisi segar, keesokan paginya akan berubah kering!
Begitulah gambaran tentang masa kecilku saat aku sakit. Sebagai seseorang yang tinggal di desa dengan akses kesehatan dan transportasi yang masih terbatas, jamu menjadi rahasia sehat untuk keluargaku saat itu.
Jamu adalah minuman tradisional Indonesia yang terbuat dari berbagai rempah dan tanaman herbal. Di balik khasiat dan rasanya yang khas, jamu menyimpan sejarah panjang yang mencerminkan kekayaan budaya Indonesia.
Bukti arkeologis menunjukkan bahwa tradisi minum jamu telah ada sejak zaman kerajaan Hindu-Buddha di Jawa pada abad ke-8. Relief di Candi Borobudur yang menggambarkan proses pembuatan jamu dan prasasti Madhawapura dari Majapahit yang menyebutkan profesi khusus peracik jamu (“Acaraki”) menjadi saksi bisu eksistensinya. Naskah kuno seperti Serat Centhini, Arjunawiwaha, dan Usada pun memuat informasi tentang penggunaan jamu untuk pengobatan dan kecantikan.
Tradisi minum jamu pun terus berkembang di berbagai kerajaan di Nusantara, mulai dari Mataram, Sunda, hingga Ternate. Jamu tidak hanya digunakan untuk menjaga kesehatan, tetapi juga untuk ritual dan kecantikan. Para bangsawan dan rakyat biasa sama-sama memanfaatkan jamu sebagai bagian dari gaya hidup mereka pada zaman itu.
Pada masa penjajahan Belanda, polaritas jamu sempat menurun. Hal ini dikarenakan introduksi obat-obatan modern dan diskriminasi budaya lokal.
Kemudian pada tahun 1940-an saat Jepang menduduki Indonesia, popularitas jamu kembali bangkit. Di mana Jepang membentuk Komite Jamu Nasional yang bertujuan untuk melestarikan dan mengembangkan tradisi jamu, agar meningkatkan kesadaraan masyarakat akan manfaatnya.
Sejak saat itu, jamu kembali bangkit dan terus berkembang hingga saat ini. Hingga pada tanggal 6 Desember 2023 kemarin, budaya sehat jamu secara resmi diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb). Pengakuan prestisius ini menjadi tonggak sejarah penting bagi Indonesia, mengukuhkan jamu sebagai bagian integral dari kekayaan budaya bangsa yang tak ternilai.
Dari beberapa jenis jamu di Indonesia, mungkin tiga jamu ini yang paling familiar, yaitu:
(Foto hanya ilustrasi)
Jamu beras kencur adalah jamu yang terbuat dari beras yang disangrai, kencur, dan jahe. Berwarna putih, jamu ini mempunyai aroma segar dan rasa yang manis.
Jamu ini memiliki banyak manfaat seperti meningkatkan nafsu makan, melancarkan pencernaan, meredakan masuk angin, menjaga kesehatan kulit, dan meningkatkan daya tahan tubuh.
Jamu kunyit asem atau dalam Bahasa Jawa disebut kunir asem adalah jamu yang terbuat dari kunyit, asam jawa, jahe, dan gula merah. Jamu berwarna jingga ini punya rasa manis yang segar. Cocok diminum dikala badan merasa lelah.
Jamu kunyit asem mempunyai beberapa manfaat seperti meningkatkan daya tahan tubuh, meredakan demam, menjaga kesehatan badan, dan membantu menurunkan berat badan.
Seperti namanya, jamu sambiloto terbuat dari daun sambiloto. Jamu dengan warna hijau pekat ini mempunyai rasa pahit yang khas. Manfaat utama jamu sambiloto adalah menurunkan tekanan darah.
Akrab dengan jamu sejak kecil, membuat aku tak bisa lepas dari minuman tradisional satu ini. Sayangnya, ketika aku merantau dari Jawa ke Kalimantan, membuat aku kesulitan menemukan jamu dengan rasa yang pas.
Aku pun berpetualang dari satu penjual jamu, ke penjual jamu yang lain. Ada dua hal yang membuat aku tidak cocok dengan racikan jamu. Pertama jamunya terlalu “watery”, kebanyakan air dan rasa jamunya hambar. Dan kedua karena bahannya yang terlalu banyak menggunakan bahan bubuk, sehingga aroma dan arasanya nggak medok.
Hingga aku menemukan tiga penjual jamu yang pas dilidahku, Bude jamu di Pasar Ahad yang berjualan di dekat bengkel, Bibi jamu keliling komplek yang suaranya cetar, dan jamu online, Dapur Jamu Karindangan.
Hingga dewasa ini, aku biasa minum jamu 2 hingga 3 kali dalam satu minggu. Jamu kunyit asam+sirih menjadi jamu andalan yang rutin aku minum. Manfaat yang aku rasakan ketika minum jamu ini adalah badan menjadi segar dan mengurangi bau badan.
Saat nifas dan awal melahirkan, aku rutin memesan jamu papahan di Dapur Karindangan. Jamu papahan adalah jamu khas Kalimantan yang bermanfaat untuk melancarkan haid dan nifas, mengurangi bau badan, mengurangi keputihan, merapatkan miss V, serta mengatasi lelah. Sangat cocok bukan untuk ibu yang baru melahirkan?
Setuju tidak jika jamu tak hanya sekadar minuman kesehatan belaka?
Di mana di balik setiap cangkirnya, terkandung pengetahuan dan kearifan lokal yang telah diwariskan turun-temurun. Proses pembuatannya juga melibatkan pemilihan bahan baku, pencucian, pemotongan, penumbukan, perebusan, dan penyajian, mencerminkan keharmonisan manusia dengan alam.
Di era modern ini, jamu terus beradaptasi dengan zaman. Berbagai penelitian ilmiah dilakukan untuk membuktikan khasiat dan manfaat jamu secara ilmiah.
Pemerintah dan berbagai organisasi terkait pun turut aktif dalam upaya pelestarian dan pengembangan jamu, seperti dengan mengadakan festival jamu, pelatihan pembuatan jamu, dan pemberian sertifikasi bagi para pelaku usaha jamu.
Berbagai inovasi dan kreasi dilakukan untuk menjaga kelestarian jamu, seperti pengembangan jamu modern dalam bentuk kapsul, tablet, dan kosmetik. Sebut saja Vermint, salah satu produk jamu modern yang berkhasiat untuk meredakan demam.
Vermint termasuk dalam obat herbal yang terdaftar di BPOM RI dengan nomor registrasi TR023317301 dan sudah mengantongi sertifikat halal MUI. Terbuat dari ekstrak lumbricus rubellus, Vermint dapat konsumsi oleh anak-anak usia 2 tahun hingga dewasa.
Di tengah gempuran modernisasi, jamu sebagai warisan budaya tetap eksis dan digemari oleh masyarakat. Keunikan rasa, khasiat kesehatan, dan nilai budayanya menjadi daya tarik tersendiri bagi para pecinta jamu.
Jamu adalah warisan budaya bangsa untuk kesehatan keluarga yang patut dilestarikan dan dikembangkan. Dengan terus menjaga tradisi dan melakukan inovasi, jamu akan terus menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia dan membawa manfaat bagi kesehatan dan kesejahteraan bangsa.
Referensi